SELAMAT DATANG DI ALAM INSPIRASI.....INI HANYALAH CATATAN KECIL KISAH YANG TERCECER DI LORONG KEHIDUPAN.......

Senin, 18 Oktober 2010

Tanah Terlantar di Tengah Sorotan Publik (Menanti Harapan Baru Terhadap PP 11 Tahun 2010)

By: Abubakar Yakub

“ Begitu berat beban yang harus kita emban
Mengurusi tanah dan masyarakat di seluruh Indonesia
Berbagai problem dan keluhan menerpa
Menyapa kepekaan dan kepedulian kita
Saatnya untuk berkarya.......
Untuk menjadi pelayan.....
Saatnya kita tingkatkan sumber daya manusia
Merespon perkembangan dan dinamika zaman
Jangan biarkan tanah terlentar
Walau sejengkal
Karena tanah adalah mata air kehidupan”


Pendahuluan
Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Terlantar dan Tanah Kritis merupakan direktorat yang terbilang baru di Badan Pertanahan Nasional. Direktorat ini berdiri pada tahun 2006. Dimana sebelumnya hanya ada direktorat pengendalian penerapan program dan kebijakan pertanahan dan direktorat pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan. Oleh karena itu wajar bila direktorat ini belum memiliki kaki di Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan Kabupaten dan Kota. Tetapi tugas pokok dan fungsi masih ditangani oleh Bidang Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat. Direktorat ini memegang peranan penting dalam mengelola tanah-tanah terlantar dan kritis. Sehingga terbitlah PP no 36 Tahun 1998 yang kemudian diganti dengan PP 11 Tahun 2010 sebagai payung hukum untuk mengelola tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis.
Bicara mengenai tanah terlantar dan tanah kritis merupakan isu yang menarik untuk diperbincangan. Sehingga program 100 hari BPN RI menempatkan penanganan tanah terlantar sebagai salah satu prioritas yang harus segera diselesaikan. Menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Bapak Joyo Winoto, P.hD. bahawa jumlah tanah yang terindikasi terlantar di Indonesia adalah 7,3 juta hektar. Dari 7, 3 juta hektar 1,9 juta hektar ditelantarkan akibat HGU. Jumlah yang sangat fantantis di tengah masyarakat yang begitu susah mendapat tanah. Hal ini menunjukkan bahwa Pengelolaan terhadap tanah masih belum optimal dilakukan. Jika kita kalkulasi jumlah akibat tanah ditelantarkan, maka akan sama dengan menekan kerugian negara sebesar 6000 triliun.
Dampak dari adanya upaya menelantarkan tanah tersebut adalah akan semakin menambah jumlah pengangguran di tanah air yang akan berimplikasi langsung kepada terjadinya kemiskinan abadi di tengah-tengah masyarakat. Karena kita ketahui ketika tanah itu tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan dan tujuan penggunaan maka banyak pihak yang dirugikan dan akan membuat tanah itu tidur tanpa menghasilkan apa-apa. Padahal kita ketahui sumber pendapatan utama masyarakat Indonesia adalah dari tanah.
Oleh karena itu jika membaca UUPA sebagai kitab induk BPN kita akan menemukan bahwa kata tanah selalu disandingkan dengan kesejahteraan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa BPN sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola pertanahan di seluruh Indonesia memegang peranan penting dalam mengelola pertanahan dalam rangka kesejahteraan masyarakat. Apalagi dengan hadirnya PP 11 tahun 2010 semakin mempertegas peran dan fungsi BPN dalam mengelola pertanahan.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana tanah telah mampu mensejahterakan masyarakat? Pertanyaan inilah yang akan coba kami tulis dalam paper ini. Dengan tujuan akan dapat menambah khasanah kami (CPNS) untuk memahami secara integral tentang BPN dan juga sebagai bekal kami untuk meneruskan cita-cita founding father dalam mengelola pertanahan di Indonesia.

Kenapa Tanah itu Terlantar
Ada banyak variabel yang menyebabkan tanah terlantar. Menurut bapak Luthfi Ibrahim Nasution ada 4 faktor yang menyebabkan tanah itu terlantar:
a. Faktor fisik alamiah yaitu dari segi tanah berlokasi pada daerah rawan banjir yang secara langsung meningkatkan resiko kegagalan bagi pemilik tanah
b. Faktor kelembagaan masyarakat, hal ini berkaitan dengan sistem kepemilikan tanah yang secara potensial ikut menentukan terjadinya tanah terlantar. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. tanah dalam kasus sengketa kepemilikan sehingga sulit untuk dimanfaatkan secara optimal ;
2. tanah dalam status absentee ;
3. tanah dalam status diagunkan ;
4. tanah dengan bukti-bukti kepemilikan yang tidak jelas ;
5. penggunaan tanah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah yang berangkutan ;
6. tanah yang sudah memperoleh izin pemanfaatan ( izin lokasi ) tetapi oleh karena faktor-faktor tertentu tanah tersebut belum dibangun atau dimanfaatkan seperti sering terjadi di daerah perkotaan dan pinggiran kota ;
c . Faktor sosial budaya adalah :
1. tanah adat yang tidak jelas peruntukan dan kepemilikannya ;
2. tanah yang pewarisannya tidak jelas ;
d . Faktor ekonomi adalah :
1. spekulasi tanah pada umumnya terjadi didaerah perkotaan , pinggiran perkotaan
dan daerah pengembangan non pertanian didaerah pedesaan ;
2. kemiskinan ;
3. rendahnya bunga bank untuk tabungan masyarakat dan tingginya inflasi . Keadaan ini mendorong masyarakat untuk menginvestasikan uangnya ke tanah sebagai kekayaan yang aman pada saat inflasi tinggi dan bunga bank tidak merangsang masyarakat melakukan investasi di bidang ekonomi produktif ;

Tugas Pokok dan Fungsi Pengelolaan Tanah Terlantar
Sudahkah ada tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar lalu Bagaimana mengelola tanah terlantar tersebut? Pertanyaan ini patut untuk kita tanyakan pada diri kita masing-masing sebagai abdi negara yang mengaku mengurus pertanahan di seluruh Indonesia. Mengingat masih banyaknya tanah yang diindikasi ditelantarkan. Sebuah pertanyaan yang kesannya mudah tetapi begitu rumit dan sulit dalam mengimplementasikannya. Karena akan berhadapan dengan berbagai kepentingan yang berbeda.
Oleh karena itu direktorat ini sangat memegang peranan penting dalam pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi direktorat ini ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis :
a. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis pengelolaan tanah terlantar untuk berbagai kegiatan pembangunan
b. Melakukan inventarisasi dan evaluasi tentang jumlah tanah terlantar.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang sangat penting dan urgen dilaksanakan dalam rangka memastikan tentang jumlah tanah terlantar di seluruh wilayah Republik Indonesia. Namun menurut kami kegiatan inventarisasi akan sanga efektif apabila dilakukan dengan melibatkan direktorat lain yang memang memiliki kegiatan melakukan inventarisir seperti direktorat penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah maupun direktoran lain. Sehingga direktorat ini memfokuskan pada upaya pengelolaan terhadap tanah negara, terlantar dan kritis;
c. Pengelolaan tanah terlantar dalam rangka pengalihan hak, kemitraan dan pelelangan;
d. Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar untuk kepentingan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah;
e. Penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan hukum atas tanah terlantar;
f. Pengelolaan basis data penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah terlantar;

Menanti Harapan terhadap PP 11 Tahun 2010
Terbitnya PP No 11 Tahun 2010 patut kita apresiasi bahwa ini merupakan langkah maju pemerintah dalam memperhatikan masalah pertanahan. Jika kita bandingkan PP 36Tahun 1998 dengan PP 11 Tahun 2010 tentunya ada beberapa hal yang menunjukkan progresivitas diantaranya:
1. Mekanisme pemberian peringatan. Kalau di PP 36 Tahun 1998 dilakukan dalam hitungan tahun, namun di PP 11 Tahun 2010 hanya 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan;
2. Kalau dulu selama proses peringatan PP yang lama menyarankan dilakukan peralihan agar penguasaannya berganti, maka dalam PP yang baru aset dilarang dialihkan selama proses peringatan ;
3. dulu kalau masa 3 (tiga) tahun sudah selesai maka tanah diambil oleh negara dengan kompensasi. Sekarang setelah 3 (tiga) bulan pemiliknya tidak bisa memanfaatkannya, maka tanah diambil oleh negara tanpa kompensasi.
4. Ganti rugi;
Namun terbitnya PP tersebut tidak serta merta membawa angin segar dalam mengelola pertanahan di Indonesia. Berdasarkan temuan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ada beberapa hal kelemahan dari PP 11 Tahun 2010 dan Perkaban 4 Tahun 2010 diantaranya:
1. Dalam PP No.11 Tahun 2010 dan Perkaban No. 4 Tahun 2010 disebutkan bahwa salah satu obyek penertiban tanah terlantar adalah Hak Pengelolaan (HPL), disamping tanah HM, HGU, HGB dan Hak Pakai (HP). Namun demikian, dalam kedua peraturan tersebut tidak dirinci lebih lanjut tata cara penertiban tanah HPL yang terindikasi terlantar.
2. Dikecualikan sebagai obyek penertiban tanah terlantar adalah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perorangan dan tanah yang dikuasai Pemerintah secara langsung/tidak langsung dan berstatus BMN/BMD maupun belum yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Bagaimana dengan tanah atas nama perorangan, demikian juga tanah (hak) ulayat masyarakat (hukum) adat, dan tanah (bekas) hak milik adat yang belum bersertifikat atau tidak dilengkapi dengan izin/keputusa/surat dari pejabat berwenang yakni tanah-tanah yang didasarkan pada penguasaan fisik semata, yang dikuasai secara terbuka dan dengan itikad baik, dan tidak diklaim oleh pihak lain? Bagaimana pula bila tidak diusahakannya tanah tersebut disebabkan karena tanah diduduki/dikuasai pihak lain (misalnya, karena sengketa), atau tanah sedang menjadi obyek sengketa di pengadilan?
3. Sebelum tanah ditetapkan sebagai tanah terlatar, Kakanwil BPN Provinsi memberitahukan sekaligus memberi peringatan tertulis kepada pemegang hak selama 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan tanpa memberi kesempatan untuk memindahtangankan tanah yang bersangkutan kepada pihak lain.
4. Terhadap tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar, hak atas tanahnya hapus, hubungan hukumnya dihapuskan dan tanahnya ditegaskan sebagai tanah negara tanpa pemberian ganti kerugian kepada bekas pemegang hak

Peran Direktorat Tanah Negara, Tanah Terlantar dan Tanah Kritis.
Setelah kita membaca dengan seksama bahwa hadirnya PP 11 tahun 2010 membawa angin segar bagi Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat. Adanya PP tersebut tentunya akan semakin menguatkan posisi tawar BPN untuk melakukan pengelolaan dan pemberdayaan terhadap tanah telantar.
Direktorat pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis sebagaimana mana yang telah kami uraikan di atas memiliki tugas yang besar dalam mewujudkan tanah untuk kesejahteraan masyarakat. Tugas berat itu adalah pertama-tama menetapkan tanah terlantar yang langsung dikuasai oleh negara untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kenapa dikatakan berat? Karena selama ini tanah 7, 3 juta hektar itu baru terindikasi terlantar. Belum ada yang ditetapkan sebagai tanah terlantar berdasarkan SK kepala Badan. Kami harap semoga dengan peraturan baru ini dapat segera menetapkan tanah terlantar untuk dikelola dan diperuntukkan sebagaimana mestinya.
Menurut bapak Joyo Winoto, P.hD selaku kepala BPN RI bahwa tanah terlantar bisa dioptimalkan pemanfaatannya melalui 3 jalur yaitu:
1. Dialokasikan untuk memberikan akses kepada masyarakat miskin atas tanah;
2. Merespon program-program strategis negara yang sekarang ini sedang menghadapi tantangan genting dalam hal pangan, energi, infrastruktur dan perumahan rakyat;
3. Diperuntukkan untuk cadangan umum negara, tujuannya di antaranya untuk relokasi masyarakat jika ada bencana, relokasi masyarakat jika ada keperluan penting dan kepentingan hankam juga pemerintah.
Namun yang menjadi catatan bahwa untuk bisa melaksanakan ketiga hal tersebut maka tanah-tanah yang memang terindikasi terlantar segera ditindaklanjuti dengan PP 11 Tahun 2010. Sebuah kerja berat yang membutuhkan rumusan kebijakan strategis yang tidak akan merugikan pihak manapun terutama masyarakat.

Penutup
Terbitnya PP 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar merupakan langkah maju bagi BPN untuk melakukan pengelolaan tanah-tanah terlantar di Indonesia. Salah satu tujuannya adalah agar tanah itu bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Berikut beberapa saran kami dalam pengelolaan tanah terlantar diantaranya:
1. Perlu adanya skala prioritas (target) untuk mengidentifikasi tanah terlantar dan memutuskan tanah tersebut sebagai tanah terlantar dengan panduan PP 11 Tahun 2010 dan Perkaban nomor 4;
2. Perlu adanya kriteria tanah terlantar yang jelas dan terukur;
3. Merumuskan strategi pengelolaan dan supervisi dalam pelaksanaannya;
4. Menggunakaan tanah terlantar untuk dipergunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat;
5. Melakukan sosialisasi terhadap PP 11 tahun 2010 secara intensif kepada masyarkat agar pelaksanaannya nanti tidak ada hambatan di lapangan;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah memberikan komentar.